Pemerhati Pemilu Minta Bawaslu RI Lebih Memperhatikan Keterwakilan Perempuan

Pemerhati Pemilu Minta Bawaslu RI Lebih Memperhatikan Keterwakilan Perempuan

Baca Juga:

Bawaslu RI Mengeluarkan SK Penetapan Anggota Bawaslu Kabupaten/Kota di Sulsel

Bawaslu RI telah mengeluarkan Surat Keputusan (SK) penetapan anggota Bawaslu Kabupaten/Kota di delapan provinsi, termasuk Sulawesi Selatan (Sulsel). Namun, dalam SK No: 2573.1/KP.01.00/K1/08/2023 tertanggal 18 Agustus yang ditandatangani oleh Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja, terdapat ketidaksesuaian komposisi komisioner yang tidak mengakomodasi nama-nama perempuan. Delapan kabupaten/kota di Sulsel yang tidak memenuhi aturan terkait keterwakilan perempuan antara lain Makassar, Pare-Pare, Luwu Utara, Bulukumba, Jeneponto, Maros, Sinjai, dan Soppeng.

Bawaslu RI Dituding Mengabaikan UU Representasi Keterwakilan Perempuan

Deputi Direktur Lembaga Studi Kebijakan Publik (LSKP) Sulsel, Andi Ahmad Yani, menyoroti keputusan tersebut dan menuduh Bawaslu RI telah mengabaikan Undang-Undang (UU) tentang representasi kehadiran komisioner perempuan. Dia menekankan bahwa Bawaslu RI telah mengabaikan amanah UU pemilu yang menentukan bahwa 30 persen dari komisioner Bawaslu haruslah perempuan. Hal ini merupakan pelanggaran terhadap nilai-nilai demokrasi dan partisipasi perempuan dalam pemilu.

Kekecewaan dari NGO dan Pegiat Pengawas Pemilu

Organisasi non-pemerintah (NGO) dan pegiat pengawas pemilu merasa sangat kecewa dengan kemunduran ini dan komitmen Bawaslu RI yang seharusnya mendorong peningkatan partisipasi perempuan. Mereka menyayangkan bahwa lembaga penyelenggara pemilu seperti KPU dan Bawaslu tidak dapat memenuhi kuota 30 persen perempuan dalam komisi mereka. Keputusan ini dianggap sebagai catatan buruk dalam perjalanan demokrasi secara lokal dan nasional.

Harapan agar Kejadian Serupa Tidak Terulang

Meskipun demikian, pihak-pihak terkait berharap agar kejadian serupa tidak terulang lagi di masa depan. Mereka akan terus melakukan peninjauan mengenai keputusan ini. Meskipun menghormati keputusan Bawaslu RI, mereka berharap agar para komisioner terpilih dapat melaksanakan tugas mereka dengan baik. Bawaslu RI pada periode ini dianggap mengkhianati amanah UU pemilu, yang seharusnya memastikan keterwakilan perempuan dalam lembaga tersebut.

Tanggapan Dari Anggota Bawaslu Sulsel dan Mantan Ketua Bawaslu Makassar

Anggota Bawaslu Sulsel, Andarias Duma, enggan memberikan komentar ketika dikonfirmasi mengenai pengumuman ini, terutama terkait ketidakdiakomodasiannya perempuan sebagai anggota Bawaslu di sejumlah daerah di Sulsel. Terdapat juga pengakuan dari petahana anggota Bawaslu Makassar, Dede Arwinsyah, bahwa tidak ada nama perempuan dalam pengumuman tersebut. Hasil penetapan Bawaslu RI ini pun rentan digugat oleh berbagai pihak. Abdillah Mustari, mantan Ketua Bawaslu Makassar yang baru saja menyelesaikan masa jabatannya, menyayangkan hasil seleksi ini dan merasa bahwa hal ini tidak mencerminkan perhatian yang selama ini diberikan. Menurutnya, UU Pemilu telah mengatur mengenai keterwakilan perempuan dan semua hal seharusnya mempertimbangkan afirmasi 30 persen perempuan, termasuk dalam hal penyelenggara pemilu. Abdillah tidak mengetahui pertimbangan Bawaslu Pusat yang membuat keputusan ini tidak memenuhi kuota perempuan, padahal di Makassar sendiri ada empat perempuan yang masuk dalam sepuluh besar pendaftar. Dia juga mempertanyakan apakah 30 persen tersebut akumulasi dari seluruh penyelenggara Bawaslu kabupaten/kota ataukah dalam tiap daerah. Belum lagi pengumuman ini tergolong terlambat, mengingat jadwal seharusnya pengumuman nama-nama komisioner terpilih dilakukan pada Sabtu (12/8/2023) kemarin. Alhasil, Bawaslu RI juga mengundur jadwal pelantikan yang seharusnya pada Senin (14/8/2023) menjadi tidak sesuai. Tidak adanya nama-nama perempuan dalam pengumuman ini menjadi perhatian, terutama di delapan kabupaten/kota yang tidak memiliki keterwakilan perempuan dalam Bawaslu mereka. Namun, 16 kabupaten/kota lainnya masih memiliki keterwakilan perempuan dalam komisinya.

Baca Juga: